Penulis : Asgar Saleh
Tahun-tahun sebelum Helenio Herrera – pelatih legendaris Inter Milan kelahiran Argentina – memperkenalkan sistim pertahanan grendel yang kita kenal dengan “catenaccio”, sepakbola hanya memahami satu filosofi.
Cara bertahan terbaik adalah dengan menyerang. Dengan itu, Brazil dua kali back to back sebagai juara Piala Dunia tahun 1958 dan 1962.
Di Qatar 2022, semula kita berharap akan ada sajian sepakbola atraktif dengan banyak gol yang lahir dari kreasi serangan yang mempesona, namun memasuki babak knock out, semua tim mulai berburu hasil akhir. Di sesi delapan besar pertama, partai antara Brazil vs Kroasia dan Argentina vs Belanda ditentukan dengan adu penalti. Padahal ke empat tim ini terbilang produktif dan bermain terbuka selama fase grup.
Lalu apakah Piala Dunia jadi tak menarik?. Saya kira banyak penggemar bola sependapat jika laga Perancis vs Inggris dinihari nanti adalah pengecualian. Di Al Bayt Stadium, kedua tim akan memulai laga dengan status juara grup plus catatan impresif dalam empat laga. Perancis tiga kali menang sekali imbang. Dari 70 tembakan yang dilepas, skuad juara bertahan ini mencetak sembilan gol dan empat kali kebobolan.
Di kubu lawan, Inggris yang kalah di babak semifinal dari Kroasia empat tahun lalu di Russia 2018 kini jauh lebih matang dan berbahaya. Meski hanya melepas 47 tembakan ke arah gawang lawan, mereka mampu mencetak 12 gol. Pertahanan The Three Lions juga solid. Mereka baru kebobolan dua gol.
So, partai ini bisa disebut duel dua tim dengan sisi ofensif dan defensif yang sama bagusnya. Menurut saya, fokus pertandingan akan sepenuhnya tertuju pada anak muda bernama Kylian Mbappe. Ia mirip “guilotine” – pisau jagal nan tajam yang dipakai membunuh orang ramai di Perancis termasuk Raja Louis XVI dan Marie Antoinette.
Di usia belum 20 tahun, Mbappe sudah bikin empat gol saat membawa Perancis juara Piala Dunia empat tahun lalu. Di Qatar 2022, Ia sudah bikin lima gol dan sementara memuncaki daftar top skor. Dengan usia masih 23 tahun, Mbappe sangat berpeluang memecahkan rekor gol terbanyak sepanjang Piala Dunia yang kini masih digenggam Miroslav Klose. Ia masih bermain di dua Piala Dunia berikutnya jika Perancis terus berpartisipasi.
Mbappe adalah penyerang sayap yang licin dengan kecepatan lari di atas rata-rata. Ia eksplosif dengan “killing ball” yang sama baiknya – entah kedua kaki atau kepala. Dribblingnya mulus. Sudah begitu, Ia didukung Oliver Giroud yang juga produktif. Sudah tiga gol dibuat penyerang AC Milan ini. Artinya, 90 persen gol tim Ayam Jantan dihasilkan oleh duet ini. Sedikit di belakang keduanya, ada Antonie Griezmann yang juga tak kalah licin.
Bagaimana menghentikan eksplosifitas Mbappe?. Saya tak yakin ada solusinya jika fokus ke dirinya. Man to man marking atau zona marking tak akan efektif. Ada banyak celah yang bisa buat Mbappe berkelit. Karena itu Gareth Southgate sebaiknya meminta lini tengah Inggris untuk mengisolasi Mbappe. Caranya dengan memutus semua suplay bola yang diberikan kepada Giroud dan Griezmann.
Dalam empat laga Perancis, gol-gol Mbappe tercipta setelah dimanja Giroud dan Griezmann lewat pergerakan dengan bola atau tanpa bola. Giroud terutama adalah tipikal pemain yang “hold up play” dengan flick-flick cerdik. Giroud juga pintar membuka ruang dan ini yang disukai Mbappe. Jika kedua pemain ini – Giroud dan Griezmann – tak diberi ruang mengolah bola maka otomatis Mbappe akan terisolasi di sayap.
Inggris memang agak rawan di sisi sebelah kanan setelah Recce James out. Jika mau aman, Southgate sebaiknya memainkan Kyle Walker. Meski sudah menua, bek kanan ini sangat baik defensifnya. Tugas meredam serangan Perancis juga ada di lini tengah dengan pilihan pada Jordan Handerson, Declan Rice dan Jude Bellingham.
Jika lini ofensif Perancis yang berpusat pada Mbappe mampu diredam maka urusan selanjutnya adalah memanfaatkan celah yang ditinggalkan Mbappe. Bagi saya, pergerakan Mbappe memang membuat daerah pertahanan lawan menjadi merah, tetapi di sisi lain, Mbappe juga membuat sisi kiri Perancis menjadi hijau – bisa diekploitasi lewat kecepatan Bukayo Saka yang sejauh ini tampil cemerlang dengan dua gol. Inggris bisa menambah daya gedor dengan memainkan Trent Alexander – Arnold jika ingin membuat gol.
Laga Perancis vs Inggris akan didominasi open play dengan jual beli serangan. Kunci kestabilan ada di lini tengah. Menarik melihat perang antara para gelandang Inggris dengan Rabbiot, Dembele dan Tchouameni. Kehadiran Aurelin Tchouameni – anak muda berkostum Real Madrid – sejauh ini mampu menggantikan peran Pogba dan Kante yang absen karena cedera.
Saya meyakini laga ini akan berakhir dalam waktu normal. Tak akan ada adu penalti. Siapa yang menang?. Peluangnya 50-50 dengan opsi lebih menguntungkan Perancis jika Mbappe diberi kebebasan bermain. Sangat mungkin, filosofi terusmenyerang adalah cara bertahan terbaik akan tersaji dalam laga ini. Dengan begitu, head to head antara sisi ofensif keduanya akan diuji dengan tembok pertahanan yang kokoh. Empat bek sejajar Inggris – Walker, Stones, Maquire, Shaw – memiliki beban yang sama dengan kuartet Kounde – Upamecano – Varane – Hernandez yang akan berusaha menahan serbuan Foden, Rashford, Sterling, Saka dan kapten Harry Kane.
Kita boleh mengabaikan statistik kedua tim karena laga ini akan berlangsung ketat. Pada ujungnya, sepakbola impresif yang akan menang.
Ronaldo vs Kolektifitas Maroko
Dengan begitu banyak disrupsi di Qatar 2022 terutama menggunakan bola Al Rihla dengan tekhnology presisi tinggi untuk memastikan akurasi Video Assistant Referee, saya mengira sepakbola akan kehilangan sisi humanis. Namun kejutan demi kejutan terus terjadi. Di mulai dengan kekalahan tim-tim besar, penggunaan wasit perempuan serta kontraversi LGBT dan kampanye Palestina, yang terbaru adalah perfoma Maroko. Tim ini seolah mewakili kebanngkitan “negara kecil” dalam urusan sepakbola. Maroko tak kebetulan lolos ke delapan besar. Mereka menampilkan cara bermain yang impresif. Kolektifitasnya teruji. Transisi permainan dari negatif ke positif atau sebaliknya berlangsung sangat cepat disertai akurasi umpan yang nyaris sempurna. Tak aneh jika Ashraf Hakimi dkk jadi juara grup menyingkirkan Kroasia dan Belgia. Di babak knock out, Maroko secara luar biasa menghempaskan Spanyol.
Malam ini di Al Thumama Stadium, Maroko sekali lagi akan bertarung melawan raksasa juara Eropa, Portugal. Menarik menunggu konsistensi permainan Maroko. Menurut saya, jantung Maroko ada pada double pivot di area tengah, Sofyan Amarbat dan Azzedine Ounahi. Dua pemain ini adalah metronom yang menghidupkan permainan Singa-Singa Atlas.
Tak ada kata menyerah, ngotot merebut bola dan dinamis bergerak. Ini akan jadi tantangan serius bagi Bernardo Silva atau Bruno Hernandez di kubu Portugal yang bertugas menyuplay bola ke lini serang.
Di kubu Portugal, kontraversi sang kapten Cristiano Ronaldo yang ngambek saat jadi cadangan di laga lawan Swiss memang telah berakhir, namun problem serius akan dihadapi sang pelatih Fernando Santos. Secara psikologi, Ia riskan mencadangkan Ronaldo, tetapi aspek taktikal sepertinya tak memberi opsi lain. Pasalnya, kemunculan “rissing star” Goncalo Ramos tak bisa diabaikan begitu saja. Ramos yang baru debut dan langsung bikin tiga gol jelas lebih “berguna” untuk membongkar lini pertahanan Maroko yang kerap bermain “low block”.
Maroko jelas percaya diri setelah menyingkirkan Spanyol. Pelatih Walid Regragui akan memainkan pemain yang sama dan sistim permainan yang sama pula. Mereka cenderung menunggu dan bila mampu memutus serangan, maka transisinya akan sangat cepat dengan satu dua sentuhan ke area pertahanan lawan. Ziyech, Hakimi, Bouffal adalah kereta suoer cepat. Jika tak waspada. Portugal akan dalam bahaya serius. Satu satunya kekurangan Maroko adalah mereka tak punya penyerang yang mematikan.
Saya menduga laga ini akan imbang dengan tempo yang sedang karena Maroko jelas punya opsi bertahan. Ingat, mereka baru kebobolan satu gol. Paling sedkit di antara tim lain. Karena itu, mereka ingin mamaksa imbang. Portugal sebaiknya menekan dan membuat gol dalam waktu normal. Jika tanpa gol dan berlanjut adu penalti, maka kemahiran penjaga gawang Bono dan doa para Ibu akan jadi pembeda.
Jujur saya ingin Portugal melanggeng ke semifinal. Ini Piala Dunia terakhir bagi mega bintang bernama Cristiano Ronaldo. Tim Portugal akan bermain untuk Ronaldo. Jika boleh bermimpi, akan jadi pertemuan akbar dan tak terluoakan sepanjang sejarah jika Messi dan Ronaldo bertemu di final Qatar 2022. Tapi tentu tak adil bagi Kroasia dan calon semifinalis lainnya yang berjuang malam ini seperti Perancis, Inggris dan tentu saja Maroko.
Asghar Saleh